BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
makalah ini, kami berusaha memberikan penjelasan mengenai perkembangan tauhid
dan faktor-faktor tumbuhnya aliran-aliran dalam Islam. Penjelasan ini sangat
diperlukan, mengingat Tauhid memiliki posisi yang terhormat dalam Islam dan
Tauhid merupakan pijakan dasar, pondasi agama kita.
Tauhid
memiliki pengaruh besar dalam membentuk pola pikir umat Islam. Hal ini dapat
dilihat dengan menilik sejarah yang telah lalu. Dilihat dari perkembangan
Tauhid dimulai dari sebelum Nabi Muhammad dan sesudahnya.Tauhid dengan inti
yang sama, yakni menetapkan sifat “wahdah” (satu) bagi Allah dalam Zat-Nya dan
dalam hal perbuatan-Nya menciptakan alam seluruhnya dan bahwa Ia sendiri-Nya
pula tempat kembali segala alam ini dan penghabisan segala tujuan.
Sejarah
yang akan dijelaskan dalam makalah ini terkait penjelasan Tauhid dan
Aliran-Aliran dalam Islam. Dengan membaca berbagai literatur-literatur
tentangTauhid, maka kita akan memperoleh gambaran bahwa ke-Tauhidan sudah ada
sejak Nabi adam a.s. sampai kepada Nabi Muhammad hingga saat ini.
Apa
yang disampaikan
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan Tauhid dalam
Islam?
2. Apa penyebab munculnya berbagai aliran
Islam dalam bidang teologi, politik, dan bidang lainnya?
C.
Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan
Tauhid dalam Islam?
2. Untuk mengetahui apa penyebab munculnya
berbagai aliran Islam dalam bidang teologi, politik, dan bidang lainnya?
PEMBAHASAN
1.
Sejarah Perkembangan Tauhid
Tauhid
artinya mengetahui atau mengenal Allah, mengetahui dan meyakinkan bahwa Allah
Ta’ala itu tunggal, esa, tidak ada sekutu baginya.
Sejarah
menunjukkan bahwa sejak Nabi Adam adalah nenek moyang manusia yang pertama.
Setelah itu ia memiliki banyak keturunan dan ditugaskan menjadi seorang Nabi
kepada sekalian anak cucunya itu. Adapun ajaran yang dibawa oleh Nabi Adam
adalah meng-Esakan Allah S.W.T. dan anak cucunya taat kepadanya.
Setelah
Adam wafat, banyak lagi manusia yang diutus sebagai seorang Nabi untuk menuntun
umat. Karena fitrah manusia yang suka dipimpin dan diatur, apabila mereka
kehilangan pemimpin, maka hal tersebut akan mengakibatkan
penyimpangan-penyimpangan dari jalan lurus menjadi keadaan yang kacau balau.
Begitu
pulalah saat Nabi Adam wafat, umat sepeninggalnya kocar-kacir tidak
berketentuan. Karena itulah Allah mengutus Nabi Nuh untuk mengatur dan memimpin
manusia meskipun telah ada nabi-nabi yang diutus oleh Allah sebelum Nabi Nuh.
Inti ajarannya sama, yaitu meneruskan ajaran Nabi Adam (untuk meng-Esakan
Allah). Seperti Idris, Syeist, dan lain-lain.
Setelah
Nabi Nuh wafat, umat manusia kehilangan pemimpin dan kacau kembali, hingga
Allah mengutus Nabi Ibrahim a.s.. Selain mengajarkan dan memimpin ketauhidan
kepada Allah S.W.T., beliau juga membawa dan mengajarkan syari’ah, yang
diantaranya disyari’ahkan dalam agama yang dibawa Muhammad sebagai bukti adanya
hubungan yang erat antara syari’ah Nabi Ibrahim dan syari’ah Nabi Muhammad
s.a.w..
Diantara
Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad s.a.w. banyak pula nabi-nabi yang diutus oleh
Allah, diantaranya adalah Nabi Musa dan Nabi ‘Isya a.s. dengan tugas yang sama,
yaitu untuk mengemban ketauhidan manusia.
Kerasulan
Nabi Muhammad s.a.w. adalah untuk mengembalikan dan memimpin umat manusia
kepada Tauhid, mengakui keesaan Allah S.W.T. dengan ikhlas dan dengan
semurni-murninya, seperti yang telah dibawakan oleh Nabi Ibrahim a.s. dahulu.
Tauhid yang diajarkan oleh Nabi Muhammad ini adalah sebagai yang digariskan
dalam Al-Quran dan Hadist.
Karena
sifat-sifat Allah telah terkandung dalam Al-Quran, maka orang-orang tidak
pernah menanyakan perihal tersebut kepada Nabi Muhammad. Mereka lebih sering
bertanya mengenai ibadah (sembahyang, puasa, zakat,dan amal saleh lainnya).
Ditambah Nabi Muhammad tidak membuat banyak syarat-syarat yang dikemukakan oleh
beliau kepada mereka yang hendak memeluk Islam dan cara yang digunakan oleh
Nabi Muhammad sangat disesuaikan oleh kaumnya kala itu.
Kita
ambil contoh dari hadits yang diriwayatkan oleh Syarid bin Suwaid Assaqafi yang
artinya sebagai berikut :
“aku berkata,
wahai Rasulullah. Bahwasanya ibuku mewasiatkan untuk memerdekakan seorang hamba
sahaya mukmin sebagai amalan ibuku, sedang aku mempunyai seorang hamba yang
hitam bangsa Nubi. Apakah kumerdekakan ia? Jawab Nabi : panggillah dia!
Lalu
kupanggillah ia dan datanglah.
Tanya Nabi :
Siapakah Tuhanmu? Jawab budak itu : Allah
Tanya Nabi lagi
: Siapakah aku? Jawab hamba itu : Rasulullah
Kemudian Nabi
bersabda : merdekakanlah ia, sesungguhnya ia adalah seorang mukmin.”
Jelaslah bahwa hadits ini
menunjukkan seseorang yang akan memerdekakan seorang hamba untuk memenuhi
wasiat ibunya. Namun karena tidak berasal dari daerah Islam, orang tersebut
datang kepada Nabi dan menanyakan perihal tersebut kepada Nabi Muhammad.
Sederhana saja, Nabi bahkan tidak mendengarkan kalimat tasyahud dari orang
tersebut, namun Nabi telah yakin bahwa hamba itu adalah mukmin setelah
mendengar ber-Tuhan kepada Allah dan mengakui kerasulan Nabi Muhammad.
Kita
mengetahui, bahwa setelah Nabi Muhammad wafat, pemerintah dipegang oleh
khulafaurrasyidin semenjak 11-40 H. Dimasa sahabat, ketauhidan sedikitpun tidak
ada bedanya dengan dizaman Nabi. Sampai akhir abad pertama Hijrah, barulah
mulai ada kegoncangan-kegoncangan, karena munculnya seseorang yang bernama
Jaham Ibn Shafwan di negeri Parsi yang tidak mengakui adanya sifat-sifat Allah
Ta’ala seperti Ilmu, qadrat dan sebagainya.Banyak kaum muslimin yang
terpengaruh oleh hal itu. Namun berbeda dengan orang-orang yang tetap murni
ketauhidannya, mereka bangun dan menentang Jaham dan menyatakan bahwa pendapat
tersebut sesat. Dari sinilah berawal terciptanya aliran-aliran dalam Tauhid.
Aliran-aliran dalam Tauhid itu sendiri terbentuk karena perpecahan yang terjadi
sebab perbedaan pendapat dari umat islam tadi.Ditambah lagi pada awal masa Bani
Ummayyah terjadinya penerjemahan-penerjemahan kitab filsafat kedalam bahasa
Arab yang menimbulkan kecenderungan mental dalam pemikiran Islam.
2.
Pertumbuhan Aliran-Aliran dalam Islam
Semasa
hidup Nabi Muhammad, umat islam hidup dalam ketentraman. Tidak ada masalah
tentang kesulitan yang dilami oleh umat islam yang tidak bisa dipecahkan.
Ketika mereka menemui kesulitan apapun baik itu urusan dunia ataupun agama,
maka mereka mendatangi Nabi untuk meminta solusi. Nabi berada ditengah-tengah
mereka sehingga permasalahan bisa diminimalisir dengan jalan keluar yang
ditentukan oleh Nabi.
Ketika
umat islam sedang pada puncak kejayaannya, pancaran cahaya berseri Nabi
Muhammad SAW pun ikut mencurahkan segenap jiwa dan raganya untuk turut membela
Islam. Mereka tidak pernah meninggalkan suatu urusan yang berhubungan dengan
agama dan mereka tidak pernah memikirkan hal yang sulit, pada intinya suasana
pada waktu itu sangat tentram aman dan damai. Segala sesuatu yang mereka
lakukan didasarkan untuk memperkuat dasar-dasar agama dan meninggikan kalimah
Allah.
Sehingga
ketika sampai pada wafatnya Rasul, mulailah umat menemukan kerancuan-kerancuan
yang sebelumnya belum mereka alami. Hal ini sangat sulit untuk dihadapi oleh
kaum muslimin, sedang tokoh yang dijadikan sebagai andalan untuk tempat
bertanya dan sebagai pemecah masalah sudah tida ada dan sulit untuk ditemukan
pasca wafatnya Rasul.
Amidi
seorang ahli sejarah, meriwayatkan perkembangan aliran-aliran dalam islam
sebagai berikut :
Umat
islam pada masa Nabi wafat, dalam keadaan bersatu dan mempunyai arah yang satu.
Hanya beberapa orang saja yang menyeleweng, yang menyembunyikan kemunafikannya
dan menyatakan kesetiaannya. Kemudian timbullah khilafiah, terutama dalam
soal-soal ijtihad, yang tidak akan mengakibatkan binasanya iman atau kafirnya
seseorang.
Tujuan
Ijtihad ialah : untuk menegakkan si’ar agama dan menguatkan peraturan-peraturan
syarak. Misalnya sebagai berikut :
1. khilafiah terjadi dikala Nabi sedang
sakit dan menyebabkan Nabi wafat.
Pada saat itu,
nabi menyuruh para sahabat untuk menunggu beliau mengambilkan sepotong kertas
guna menuliskan fatwa-fatwa yang akan ditinggalkan kepada umatnya, supaya tidak
tersesat dikemudian hari sepeninggal beliau karena sangat cintanya beliau
terhadap umatnya. Namun sayyidina Usman yang turut hadir berkata “Sesungguhnya
nabi dalam keadaan sakit keras, sebaiknya tidak usahlah kita menyusahkan beliau
lagi, cukuplah Kitabullah yang menjadi pedoman kita”. Hal tersebut
mengakibatkan perbedaan pendapat dari para sahabat. Namun nabi meminta untuk
berhenti memperdebatkan hal itu dan beliau akhirnya menyetujui apa yang
dikatakan oleh Sayyidina Usman dan nampaknya beliaupun sudah memperoleh wahyu.
2. Khilafiah dikalangan pertahanan yang
dipimpin Usamah
Segolongan
sahabat mengatakan supaya Usamah dapat disokong dan dipatuhi karena sabda Nabi
; “Biayailah tentara Usamah, karena Allah melaknati orang-orang yang
menyalahinya”.
Usamah sendiri
adalah anak Zaid. Zaid adalah anak angkat Nabi. Usamah diangkat menjadi kepala
pasukan yang bergerak menuju menjalankan tugas ke Syam. Ketika Usamah akan
berangkat, nabi turut mengantarkan pasukannya ke perbatasan kota, sedang Nabi
sudah mulai sakit.
3. Khilafiah dikalangan sahabat tentang
wafatnya Nabi
Dalam hal ini,
Umar mengingkari bahwa Nabi Muhammad wafat, karennya Abu Bakar meyakinkannya
dengan mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang manusia biasa yang
diangkat menjadi seorang Rasul. Sehingga Sayyidina umar dan Sayyidina Abu bakar
menyatakan perihal tentang kesaksiannya untuk mengimani Allah dan Rasulnya
sekalipun Rasul telah tiada.
4. Khilafiah sahabat-sahabat dalam
memutuskan dimana Nabi s.a.w dimakamkan
Dalam hal ini,
ada yang mengatakan Nabi akan dimakamkan di Mekkah, ada juga yang mengatakan dimakamkan
di Madinah dan adapula yang berpendapat dimakamkan di Baitul Maqdis. Namun
tiba-tiba mereka mendapat berita dari seorang sahabat yang pernah mendengar
Nabi, bahwa nabi-nabi terdahulu dimakamkan ditempat dimana mereka wafat. Maka
sepakatlah para sahabat untuk memakamkan beliau dikamar itu juga, yang sekarang
merupakan bagian perluasan masjid Nabawi.
5. Khilafiah tentang pengangkatan pengganti
Rasul
Dalam hal ini,
kalangan Muhajirin menganggap dari kalangan mereka lebh berhak untuk meneruskan
kepemimpinan Rasulullah, sedangkan kaum Anshar juga berpendapat demikian. Hal
ini juga dikarenakan Rasulullah tidak meninggalkan wasiat atau sejenisnya untuk
menentukan siapa penggantinya. Akhirnya, dengan proses musyawarah dan mufakat
yang panjang, diambillah keputusan bahwa Abu Bakar dipilih sebagai khalifah
yang meneruskan pemerintahan Rasulullah.
6. Khilafiah terhadap sikap memerangi orang-orang yang
enggan membayar zakat
Umar berpendapat
bahwa umat Islam tidak berhak memerangi orang-orang yang sudah mengucapkan
kalimat syahadat. Tetapi Abu Bakar mengatakan bahwa berhak diperangi untuk
menyelenggarakan hak dari dua kalimat syahadat itu yaitu shalat dan zakat. Lalu
Abu Bakar bersumpah akan menuntut dan memerangi orang-orang yang telah
melanggar tersebut. Gagasan Abu Bakar itulah akhirnya yangdipegang oleh para
sahabat.
7. Khilafiah dalam penetapan Abu Bakar
kepada Umar ketika menjadi Khalifah
Dalam hal ini
diadakan kembali musyawarah dengan proses yang panjang dan tercapailah mufakat
bahwa Umar Ibn Khattab yang menggantikan Abu Bakar. Begitu pula penetapan Umar
atas 6 sahabat yang akan menggantikannya kelak. Maka terpilihlah Usman Ibn
Affan menjadi khalifah. Kemudian Usman terbunuh dan tidak diketahui siapa
pembunuhnya. Kemudian dizaman pengangkatan Ali Ibn Abi Talib menjadi khalifah,
banyak para sahabat yang tidak berbai’ah terhadap Ali. Akibatnya timbullah
perang Jamal dan Siffin.
8. Khilafiah dalam hukum-hukum furu’
(cabang)
Hal ini
merupakan soal menentukan hak-hak waris yang akan diperoleh dari keluarga si
mayit dan banyak lagi hukum-hukum lain yang termasuk hukum-hukum juzyat.
Demikianlah khilafiah-khilafiah
tersebut bertumbuh hingga akhir masa sahabat. Kemudian timbullah orang-orang
yang bernama Ma’bad Al Juhany, Ghilan Ad Dimisyqi, Yunus Al Aswaru, yang
berlainan pendapat tentang qadar. Khilafiah ini terus-menerus jadi
bercabang-cabang dan terpecah-belahlah golongan Islam sampai mencapai 73
golongan. Sesuai dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar
yang berbunyi :
Artinya :
“Sesungguhnya akan datang (terjadi) atas umatku sebagaimana yang terjadi atas
Bani Israil, setapak demi setapak. Sehingga andainya terdapat dalam kalangan
mereka yang orang mendatangi ibunya dengan terang-terangan (berbuat tidak
baik), niscaya akan terdapat juga dalam kalangan umatku orang yang berbuat
demikian. Dan bahwasanya Bani Israil telah terpecah belah menjadi 72 golongan
(madzhab). Dan umatku akan berpecah-belah menjadi 73 golongan. Semuanya itu
adalah masuk neraka kecuali, kecuali satu. Sahabat-sahabat berkata : Siapakah
golongan itu ya Rasulullah? Jawab Nabi : itulah golongan yang teta menjalani
yang kujalani dan sahabat-sahabatku”. Tarmidzi mengatakan bahwa hadits ini
termasuk hadits hasan gharib.
Menurut para
ulama,diantara 73 golongan itu terdapat :
·
20
golongan dari madzhab Syi’ah
·
20
golongan dari madzhab Khawarij
·
20
golongan dari madzhab Mu’tazilah
·
7
golongan dari madzhab Murjiah
·
1
golongan dari madzhab Bakriyah
·
1
golongan dari madzhab An-Najjariyah
·
1
golongan dari madzhab Jahamiyah
·
1
golongan dari madzhab karamiyah
Inilah kesimpulan ahli sejarah
Al-Amidi, sehingga umat Islam terjerumus kedalam perpecahan yang sangat hebat
dan partai-partai yang bersimpang siur, yang satu dengan yang lainnya
bermusuhan.
Dari
penjelasan Amidi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa khilafiah terjadi
karena pada hakikatnya segala yang diselidiki itu tidak terang, kurang terangnya
tempat yang diperselisihkan, keinginan orang yang berbeda-beda, orang-orang
yang berlainan watak, berbeda tujuan, taqlid terhadap orang-orang yang
terdahulu, perbedaan kecerdasan, mencari pangkat dan kedudukan, fanatik dan
pengaruh khayal dan waham dalam pikiran manusia itu sendiri.
3.
Aliran-Aliran dalam Islam
Permulaan
dari perpecahan umat Islam boleh dikatakan sejak wafatnya Nabi Muhammad s.a.w.
Namun perpecahan itu reda karena terpilihnya Abu Bakar menjadi khalifah.
Setelah beberapa lama Abu Bakar memegang kekhalifahan, mulai timbul kembali
perpecahan yang disebabkan oleh orang-orang yang murtad dari Islam dan
orang-orang yang mengumumkan dirinya menjadi nabi, seperti Musailamah
Al-Kadzab, Thulaihah, Sajah dan lain-lain.
Disamping
itu adapula golongan yang tidak mau membayar zakat kepada Abu Bakar. Padahal
tadinya mereka semua membayar zakat kepada Nabi. Akan tetapi perselisihan itu
segera dapat diatasi dan dipersatukan kembali karena kebijaksanaan khalifah Abu
Bakar. Maka selamatlah kekuasaan Islam yang muda itu dari ancaman fitnah yang
hendak menghancur-leburkannya. Demikianlah berjalan masa kekhalifahan Abu Bakar
dan Umar dalam kubu persaudaraan yang erat dan pada masa kekhalifahan inilah
digunakan kesempatan untuk menyiarkan dan mengembangkan Islam ke berbagai
penjuru negeri.
Tetapi
setelah Islam meluas kemana-mana, tiba-tiba diakhir khalifah Usman terjadi
suatu cedera yang ditimbulkan yang kurang disetujui oleh pendapat umum. Menurut pendapat umum, sebagian tindakan
Usman kurang sesuai pada zamannya. Apalagi pada pelaksa-pelaksanya yang dinilai
tidak beres dalam pekerjaan mereka karena kurang pengawasan dari Sayyidina
Usman sendiri. Inilah asalnya fitnah yang membuka kesempatan untuk orang-orang
yang lapar kedudukan yang hendak menggulingkan kedudukan Usman. Fitnah ini
mengakibatkan terbunuhnya khalifah ketiga itu. Setelah itu Ali terpilih menjadi
khalifah. Namun keputusan itu tidak disetujui oleh sebagian golongan. Bahkan
ada yang menentang Ali hingga menuduhnya terlibat dalam pembunuhan Usman atau
sekurang-kurangnya membiarkan komplotan pembunuhan Usman.
Semenjak itu,
perpecahan islam hingga menjadi beberapa golongan dan partai. Diantaranya golongan yang setuju atas pengangkatan Ali,
golongan yang mula-mula patuh dan setuju namun memilih untuk bersikap netral,
golongan yang terang-terangan menentang Ali, Perpecahan yang memisahkan diri
dari tentara Ali, Syi’ah, Qadariyah, Jabariyah, Murjiah, Karamyah, Khawarij
dan Mu’tazilah, Ahli Sunnah wal Jama’ah.
Dari penjelasan
diatas, kita dapat melihat bahwa aliran-aliran yang lahir dan berkembang dalam
Islam tidak terlepas dari reaksi skisme (perpecahan) politik dalam Islam yang
berawal dari terbunuhnya Usman Ibn Affan yang berimplikasi terhadap khalifah
keempat, yakni Ali Ibn Abi Thalib . dan ketika keduanya terbunuh, wacana
kemelut politik berkembang menjadi wacana agama.
4.
Sebab-Sebab Perpecahan Umat Islam
Sekiranya
umat Islam berpegang teguh pada Kitabullah dan kepada Sunnah Nabi secara
sempurna, tentulah mereka tidak akan membuka pintu kejahatan dan tidak pula
membuka jalan bagi aneka kekacauan. Tentunya mereka tidak bercerai berai dan
kesatuan mereka tidak hancur. Allah telah menerangkan akibat-akibat buruk
bercerai berai dalam Al-Quran pada Surah Al-An’am ayat 159 yang berbunyi :
Artinya :
Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka menjadi (terpecah)
dalam golongan-golongan, sedikitpun bukan tanggung jawabmu (Muhammad) atas
mereka. Sesungguhnya urusan mereka (terserah) kepada Allah. Kemudian Dia akan
memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.
Diriwayatkan dari Nabi s.a.w., bahwasanya
beliau bersabda :
“Aku telah
tinggalkan padamu apa yang jika kamu berpegang kepadanya niscaya kamu tidak
akan sesat, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”.
Kemudian zaman berjalan terus. Ada
bangsa-bangsa yang bangun dan kemudian jatuh, dan kadang-kadang kebudayaan
mereka yang tinggi dan kemudian merosot, ada yang eksperimennya berhasil dan
adapula yang gagal, ada yang bersengketa dan kemudian sepakat kembali, kadang
ada yang menderita beberapa lama dan kemudian datang bahaya dan celah silih
berganti hari demi hari. Begitulah manusia mengalami peristiwa-peristiwa
sejarah. Maka pengalaman-pengalaman pahit-getir yang beraneka ragam warna itu
memberikan kesan yang lebih dalam dari perasaan panca inderanya sendiri.
Hikmat
Allah menghendaki supaya segala urusan yang terjadi didalam ini menurut qaidah
sebab musabab (akibat). Maka beberapa sebab yang menimbulkan terjadinya
perpecahan dalam umat Islam adalah sebagai berikut.
1.
Pengaruh
hawa nafsu yang mempengaruhi akal pembahas dan kecenderungan tiap-tiap pembahas
pada apa yang disukai oleh hawa nafsunya. Hawa nafsu ini, mulai tumbuh ketika
umat Islam berselisihan dalam masalah Khilafah.
2.
Perbedaan
nerupakan aqal dalam menanggapi permasalahan hidup yang beraneka ragam
coraknya.
3.
Membahas
masalah-masalah yang sulit rumit yang sulit rumit yang sukar aqal memahaminya
serta membahas sifat-sifat Allah yang menafikannya, sebagaimana mereka mereka
membahas nash-nash yang mutasyabihat, masalah qadla dan qadar,
perbuatan-perbuatan hamba dan lain-lainnya.
4.
Berkembang
paham yang datang dari luar diantara umat islam. Banyak orang-orang Yahudi dan
Nasrani hidup ditengah-tengah kaum Muslimin dan terpengaruh oleh
pendapat-pendapat mereka yang menyalahi pendapat kaum muslimin.
5.
Banyak
penganut-penganut agama lain yang masuk dan menampakkan diri sebagai orang yang
beragama Islam, padahal mereka berusaha merusak umat Islam dari dalam.
6.
Penerjemahan
kitab-kitab falsafah kedalam bahasa Arab diakhir masa Bani Umayyah, dipermulaan
masa Bani Abbasiyyah. Karenanya munculnya berbagai nas’ah dalam
pemikiran-pemikiran Islam dan mengalami kecenderungan mental para ulama.
7.
Pengistimbathan
hukum-hukum Syar’i
Para
Ulama berbeda-beda dalam mengistimbathkan hukum-hukum ‘amaliyah dari Kitab dan
As Sunnah dan masing-masing menempuh jalan yang ditempuhnya, lalu mereka
mengambil hukum yang ditunjuki oleh dalilnya. Pada perselisihan paham ini,
kiranya dapat ditemukan pendapat berharga yang dapat dijadikan pembentuk suatu
undang-undang yang adil dan sesuai dengan keadaan manusia serta dapat
menyesuaikan dengan zaman.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian
diatas, kami mengambil kesimpulan bahwasanya Tauhid sangat berpengaruh terhadap
keyakinan jiwa seseorang untuk meng-Esakan Tuhannya. Hal ini berlaku sejak
zaman Nabi Adam yang turun temurun kepada nabi-nabi selanjutnya hingga pada
Nabi Akhiruzzaman Nabi Muhammad SAW yang dianut oleh umat Islam.
Namun setelah
Nabi saw. wafat, banyak terjadi kerancuan antara umat islam, mereka memiliki
kebingungan-kebingungan tentang masalah pemerintahan ataupun hukum-hukum yang
dilaksanakan sebagai pedoman hidup pasca wafatnya Nabi SAW. Sebab ketika Nabi
masih hidup, segala kegundahan tentang permasalahan hukum-hukum islam mereka
tanyakan kepada beliau. Selain itu, sebelum nabi wafat beliau tidak
meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikannya sebagai pemimpin
pada saat itu. Dari sini muncul berbagai
golongan yang sama-sama kuatnya untuk mempertahankan pendapat dan menguasai
kursi kekhalifahan sehingga terbentuklah bermacam-macam aliran yang menyebabkan
terpecahnya umat islam tersebut.